CONTOH PROPOSAL PENELITIAN TERBARU 2020
IMPLEMENTASI
PENDIDIKAN HUMANIS PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI
MADRASAH TSANAWIYAH BAITUL HIKMAH TEMPUREJO JEMBER TAHUN PELAJARAN 2012/2013.
oleh:
Rini Dwi Astutik
084 091 238
Dosen
pembimbing:
Khoirul
faizin, M.Ag
JURUSAN
TARBIYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER
JANUARI
2013
|
A. Judul Penelitian
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
HUMANIS PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI MADRASAH
TSANAWIYAH BAITUL HIKMAH TEMPUREJO JEMBER TAHUN PELAJARAN 2012/2013.
B. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu peranan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Aktivitas ini telah ada semenjak manusia pertama ada di
dunia hingga berakhirnya kehidupan di muka bumi ini. Bahkan, proses pendidikan
ini ternyata sejak Allah SWT menciptakan Adam, a.s.[1]
pendidikan harus dapat menyiapkan
warga negara untuk menghadapi
masa depannya, dengan demikian tidak salah apabila orang
berpendapat bahwa cerah tidaknya masa depan suatu negara sangat ditentukan oleh pendidikannya saat ini.
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan
memiliki peranan yang sangat
penting dan strategis untuk menjamin kelangsungan dan perkembangan kehidupan
bangsa. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal 1 menjelaskan bahwa pendidikan
adalah :
"
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.” [2]
Undang-undang Sisdiknas di atas yang
menjelaskan,betapa pentingnya pendidikan, yakni membentuk manusia paripurna (insan
kamil). Oleh karena itu, pendidikan harus diberikan sedini mungkin kepada
peserta didik agar terbentuk generasi yang cerdas baik secara intelektual,
sosio-emosional, maupun spiritual.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan
yang tertera dalam UU NO.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) ,bagian kesatu pasal 15 yang berbunyi jenis pendidik yang mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik,profesi,vokasi,kegamaan dan khusus.[3]
Bagian sembilan pasal 30 ayat 1
berbunyi “pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama”(UU RI NO 20,2003;19). Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan keagamaan bermaksud mempersiapkan peserta didik
untuk dapat menjalankan perannya dengan baik di perlukan pengetahuan ilmu
pendidikan islam.
Mengembangkan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peseta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada tuhan yang maha Esa, berakhlaq
mulia, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[4]
Sampai kapan pun pendidikan sebagai
suatu upaya menghadapkan manusia (peserta didik) pada realitas yang terus saja
berubah saat ini sangat diharapkan perannya untuk mengikuti arus zaman, bukan
berarti mengikis kemanusiaan melainkan justru untuk menemukan kondisi air
kehidupan yang memungkinkan jiwa raga bangsa berenang dengan indah.
Pendidikan harus mampu menciptakan manusia-manusia yang siap dan eksis untuk hidup di
tengah-tengah perubahan yang ada.
Sehingga manusia tidak ikut lebur dalam
arus yang menerpanya, melainkan mampu mengendalikan arus perubahan, kemana
kehidupan sebuah masyarakat akan dikendalikan.
Karena proses pendidik
merupakan suatu proses yang bertujuan. Meskipun tujuannya bukan merupakan
tujuan yang tertutup (eksklusif) tetapi tujuan yang secara terus-menerus
harus terarah kepada pemerdekaan manusia. Ada Pandangan klasik yang berpandangan menjadi
pandangan wacana publik dikalangan ahli pendidikan, yaitu pandangan mengenai
pendidikan sebagai proses humanis atau bisa disebut dengan pemanusiaan manisia.[5]
Pemahaman terhadap konsep ini memerlukan
renungan yang sangat mendalam, sebab apa yang dimaksud dengan proses pemanusiaan manusia
tidak sekedar yang bersifat fisik, akan tetapi menyangkut seluruh dimensi
dan potensi yang ada pada
diri
dan
realitas yang mengitarinya. Sebagaimana
yang dikatakan H.A.R. Tilaar, bahwa hakikat pendidikan adalah proses memanusiakan anak manusia, yaitu menyadari
akan manusia yang merdeka.[6]
Dengan pendidikan manusia
secara terhadap akan dapat memanusiakan manusia seorang hamba untuk mampu
memikul tugas kekhalifahannya. Pendidikan merupakan usaha manusia yang fundamental
untuk mengantarkan manusia kepada harkat dan martabat manusia yang sebenarnya.
Manusia yang merdeka adalah manusia yang kreatif yang terwujud di dalam budayanya.
Hal ini sejalan
dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 3, yang berbunyi :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga
negara
yang
demokratis serta bertanggung jawab”
Rangkaian uraian di atas menggambarkan bahwa pendidikan yang berlangsung sampai saat ini dapat dinilai belum
mampu menyadarkan manusia
akan dirinya. Sehingga pendidikan tidak dapat memberikan kontribusi kepada manusia untuk meningkatkan derajatnya yaitu
tetap eksis dan berada di depan dalam membawa segala perubahan.
Pendidikan yang humanis
merupakan konsep pendidikan yang memanusiakan manusia yang yang berkat dari
adanya asumsi bahwa manusia pada dasarnya mempunyai potensi yang sama yang
harus dikembangkan dan harus dibina secara intensif. Dalam pendidikan humanis, antara pendidik dan peserta didik bukan pada posisi
subjek-objek, akan tetapi peserta didik diposisikan secara sama (egaliter), sebagai subjek yang dididik sekaligus subjek mendidik (learning together) pendapat tersebut
adalah pendapat Mulkhan.[7]
Melihat pendidikan di
Indonesia pada saat ini “gaya Bank” dalam arti anak didik dipandang sebagai
obyek yang harus diberi materi hafalan tanpa pemahaman, sehingga dapat
perumusan lagi dalam mengubah sistem pendidikan yang lebih mementingkan subyek
dan memanusiakan subyek.[8]
Secara sederhana Freire
menyusun daftar antagonisme pendidikan “gaya Bank” sebagai berikut[9] :
a.
Guru mengajar, murid mendengar.
b.
Guru mengatur, murid diatur.
c.
Guru memilih dan melaksanakan pilihannya, murid menuriti.
d.
Guru adalah subyek mengajar, murid obyeknya.
Artinya, peserta
didik bukanlah objek penderita yang harus dipaksa
manut terhadap segala keinginan pendidik. Ini yang disebut
pendidikan gaya bank yang ditentang dalam pendidikan humanis, pendidikan
yang membelenggu kreativitas berpikir
peserta didik. Pendidikan humanis
secara langsung mengajak peserta didik untuk mencari solusi atas
permasalahan yang dihadapi dengan bimbingan
dari pendidik (problem possing
education).
Melihat permasalahan yang
demikian, pendidikan humanis merupakan solusi alternatif dalam perubahan sistem
pendidikan agar mampu menjawab perubahan-perubahan sosial yang terjadi di era
global ini. Untuk menjawab seperti itu menawarkan konsep pendidikan humanis.
Karena pendidikan humanis merupakan suatu sistem pemanusiaan manusia, mandiri
dan kreatif. Pendidikan merupakan wahana keunikan, kemandirian dan daya kretif
seseoramg dengan tumbuh dan berkembang.
Adapun sebuah prinsip
pendidikan Islam yakni pengembangan belajar sebagai muslim baik bagi peserta
didik maupun pendidik.
Setiap rangkaian belajar
mengajar harusnya
ditempatkan sebagai pengkayaan pengalaman kebertuhanan.
Pendidikan bukanlah sosialisasi atau internalisasi
pengetahuan dan
keberagaman pendidik,
tetapi bagaimana peserta didik mengalami sendiri keber-Tuhanan-nya.
Ketaqwaan dan keshalehan bukanlah sikap dan perilaku yang datang secara mendadak, tetapi melalui sebuah
tahap penyadaran yang harus dilakukan sepanjang hayat.
Adapun dua pemahaman
di atas mempunyai implikasi
yang sangat luas terhadap pendidikan, termasuk
pendidikan agama. Dalam pengamatan peneliti,
kedua pemahaman dan sekaligus orientasi pendidikan di atas tidak menjadi
persoalan. Apa bila dua pemahan
diatas dijalankan secara bersama-sama akan
membuahkan
hasil yang memuaskan. Berdasarkan
hal tersebut, penulis bertujuan mengupas
landasan konsep tentang
pendidikan humanis sebagai pendidikan
yang berupaya memanusiakan manusia, secara umum maupun perspektif
Islam dan implementasinya dalam
proses pembelajaran di Madrasah
Tsanawiyah Baitul Hikmah Tempurejo Jember Tahun Pelajaran.
Madrasah
Tsanawiyah Baitul Hikmah merupakan
lembaga pendidikan formal berbasis Islam, yang dinaungi oleh pondok pesantren
Baitul Hikmah dengan dengan lembaga
pendidikan,PAUD,Taman Kanak-Kanak Baitul Hikmah
(TK), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) dan pesantren. Mayoritas
siswa di Madrasah Tsanawiyah Baitul Hikmah sebagai santri baik siswa ataupun
siswi.
Melihat urgensi di atas,
maka program ini harus dilaksanakan secara efektif dan efisien, agar lembaga
tidak hanya membanggakan kuantitas output lembaga (siswa lulusan),
tetapi juga kualitasnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti termotivasi untuk
mengetahui dan memahami lebih mendalam tentang pengelolaan sistem pembelajaran
yang ada di lembaga tersebut, khususnya pada mata pelajaran PAI. Maka dari itu,
peneliti mengangkat judul penelitian ilmiah ini sebagai berikut:
Implementasi Pendidikan Humanis
Perspektif Pendidikan Islam Dalam Proses Pembelajaran Di Madrasah Tsanawiyah
Baitul Hikmah Tempurejo Jember Tahun Pelajaran 2012/2013.
C. Fokus Penelitian.
Fokus masalah merupakan
salah satu komponen yang harus ada dalam suatu penelitian ini adalah. Di fokuskan pada
masalah sebagai berikut:
1.
Fokus Penelitian.
Bagaimana implementasi pendidikan humanis perspektif
prinsip pendidikan islam proses pembelajaran di madrasah tsanawiyah baitul
hikmah tempurejo jember tahun pelajaran 2012/2013?
2.
Sub Fokus Penelitian
a. Bagaimana konsep pendidikan
humanis perspektif pendidikan islam di madrasah tsanawiyah baitul hikmah
tempurejo jember tahun pelajaran 2012/2013?
b. Bagaimana implementasi pendidikan
humanis perspektif pendidikan islam di madrasah tsanawiyah baitul hikmah
tempurejo jember tahun pelajaran 2012/2013?
D. Tujaun
penelitian
Tujuan merupakan suatu hal
yang penting karena dapat menetapkan tujuan diharapkan dapat memberikan arahan
terhadap suatu permasalahan. Tujuan penelitian merupakan gabaran tentang arah
yang dituju dalam melekukan penelitian. Tujuan penelitian harus mengacu pada
masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya”
1.
Tujuan Umum
Tujuan
umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi
pendidikan humanis perspektif pendidikan islam dalam proses pembelajaran di
madrasah tsanawiyah baitul hikmah tempurejo jember tahun pelajaran 2012/2013.
2.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana
konsep pendidikan humanis perspektif pendidikan islam dalam proses pembelajaran
di madrasah tsanawiyah baitul hikmah tempurejo jember tahun pelajaran
2012/2013.
b. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan humanis
perspektif pendidikan islam dalam proses pembelajaran di madrasah tsanawiyah baitul hikmah
tempurejo jember tahun pelajaran 2012/2013.
E. Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat
yang diharapkan dari penulis berkaitan dengan penulisan skripsi ini,baik secara teoritis maupun secara
praktis antara lain adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian tentang implementasi pendidikan
humanis perspektif pendidikan islam dalam proses pembelajaran dapat menjadi
kontribusi kepada pendidik maupun peserta didik dalam proses pembelajaran di
lembaga pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat menambah wawasan
peneliti sebagai calon pendidik yaitu tentang Implementasi
Pendidikan Humanis Perspektif Pendidikan Islam Dalam Proses Pembelajaran.
b. Untuk mengetahui pendidikan
humanis dalam perspektif pendidikan Islam dalam proses pembelajaran yang
dikaitkan dengan dunia pendidikan Islam.
c. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman bagi STAIN Jember, khususnya program
studi Tarbiya program studi Pendidikan Agama Islam untuk mengimplementasikan
pendidikan humanis perspektif pendidikan islam dalam proses pembelajaran di
lembaga.
F. Definisi Istilah
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas
tentang arah penulisan skripsi ini ini,
ada baiknya peneliti
menjelaskan terlebih
dahulu kata kunci yang terdapat
dalam pembahasan ini, sekaligus penggunaan
secara operasional.
1. Implementasi pendidikan
humanis.
Implementasi dalam kamus ilmiah populer
mempunyai arti penerapan, atau pelaksanaan. Sedangkan Sedangkan untuk
pengertian pendidikan di
sini
sebagaimana yang
oleh Rimba,pendidikan adalah pimpinan atau bimbingan secara sadar
oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani
dan rohani anak
didik menuju terbentuknya
kepribadian
yang
utama.[10]
Sedangkan Ahmad Tafsir berpendapat bahwa pendidikan adalah pengembangan pribadi dengan semua
aspeknya, dengan penjelasan bahwa pengembangan
pribadi ialah yang mencakup
pendidikan oleh diri sendiri maupun
oleh lingkungan, dan pendidikan oleh guru dan
orang lain. Adapun yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah di sini yaitu mencakup jasmani, akal
dan hati.[11]
Sedangkan Humanis Dalam kamus besar
Indonesia, dapat kita jumpai humanis yang berasal dari akar kata human dengan segala bentuk derivasinya, yang kesemuanya
memiliki arti yang berbeda antara satu dengan yang lain. Kata “human” memiliki
arti: (1) bersifat manusiawi, (2)
berprikemanusiaan (baik budi, luhur
budi, dan sebagainya). Kata “humanis” memiliki arti: (1)
orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup
yang lebih baik, berdasarkan azas- azas kemanusiaan; pengabdi kepentingan sesama
umat manusia, dan (2) penganut faham
yang manganggap manusia sebagai obyek yang terpenting.
2. Perspektif pendidikan Islam.
Perpektif dalam kamus besar Bahasa Indonesia
diartikan: (1) cara melukis seuatu benda pada permukaan yang mendatar
sebagaimana yang terlihat oleh mata tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) (2)
sudut pandang;pandangan.Sedangkan pengertian
dari pendidikan Islam. Menurut Omar Mohammad Al-Toumy, pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku dalam
kehidupan, baik individu atau bermasyarakat serta
berinteraksi dengan alam sekitar
melalui proses pendidikan berlandaskan
nilai Islam.[12]
sedangkan menurut Ahmad
D. Marimba, pendidikan Islam adalah
suatu
konsep bimbingan jasmani
dan
ruhani berdasarkan hukum-hukum
agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[13] Sedangkan menurut Marimba
memberikan suatu pengertian bahwa. Pendidikan Islam sendiri adalah bimbingan yang diberikan seseorang
kepada seseorang agar ia berkembang
secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam
3. Proses pembelajaran
Merupakan suatu kegiatan intraksi antara guru
dan murid dimana akan diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.[14] Proses pembelajaran juga diartikan sebagai
suatu proses terjadinya intraksi antara pelajar, pengajar dalam upaya mencapai
tujuan pembelajaran, yang berlangsung dalam suatu lokasi tertentu dalam jangka
satuan waktu tertentu pula.
Dari penjelas diatas dapat disimpulkan bahwa Implementasi Pendidikan Humanis Perspektif
Pendidikan Islam Dalam Proses Pembelajaran adalah, pendidikan humanis adalah sebuah proses yang
dilakukan dalam pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam untuk menumbuh
kembangkan rasa kemanusiaan (memanusiakan manusia) dengan mengedepankan
rasa persaudaraan antar sesama manusia sebagai makhluk Tuhan yang sama-sama mengemban amanat sebagai
khalifah di muka bumi ini, yang
berlandaskan kepada wahyu, akal dan hati nurani. Sehingga tercipta suatu
kehidupan yang aman dan damai tanpa adanya tindak kekerasan (violence)
sebagaimana misi utama Islam,
sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Yang berlandaskan tujuan pendidikan
islam dalam proses pembelajaran.
G. Kajian Kepustaan.
1.
Penelitian Terdahulu.
Sejauh yang bisa dipantau oleh peneliti, bahwa sudah ada beberapa penelitian yang
membahas tentang
demokrasi. Namun, dari beberapa
penelitian tersebut, tidak secara khusus
mengkaji tentang implementasi
pendidikan humanis perspektif prinsip pendidikan islam dalam proses
pembelajaran di madrasah tsanawiyah baitul hikmah tempurejo jember tahun
pelajaran 2012/2013.
Di antara beberapa
penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Mahbub
(2008) pendidikan humanis dalam perpektif realitas sosial (suatu analisa nilai
humanis dalam relitas sosial). Disini penelitian yang dilakukan oleh saudara
Mahbub lebih menekankan kepada analisa dan kajian yang menggambarkan bagaimana
pendidikan humanistik di pandang dari paradigma realitas sosial, yang selama
ini terjadi di masyarakat (realitas sosial) banyak penyimpangan-penyimpangan,
ketidak adilan, serta penindasan yang dimana-mana, dengan fenomena seperti itu
keluar dari nilai kemanusiaan.
Sedangkan peneliti
yang ke dua adalah yang diteliti oleh Ahmad Royani (2011) yang berjudul
Pendidikan Humanis (perbandingan paradigma Pendidikan Al-Ghizali dan Ki Hajar
Dewantara) dalam penelian yang diteliti oleh Ahmad Royani ini mengkaji
pendidikan Humanis perbandinga paradigma antara Kihajar Dewantara dan
Al-Ghozali. Konsep pendidikan yang diterapkan pada skripsi ini konsep Humanis
Ki Hajar Dewantara, yang menekankan kemerdekaan kepada manusia untuk
mengespresikan potensi dan kemampuannya, dan konsep humanis Al-Ghozali, menjadi
rambu-rambu pendidikan agar mendapat ridho Allah SWT.
Sedangkan
penelitian diteliti, dala proses yang difokuskan pada penerapan pendidikan
humanis perpektif pendidikan islam dalam proses pembelajarannya di madrasah tsanawiyah baitul hikmah tempurejo
jember. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan
metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara,dokumentasi.
2.
Kajian
Teori
a.
Pendidikan
humanis perpektif pendidikan islam.
a) Paradigma Pendidikan humanis.
Paradigma
berasal dari kata “paradigma” yang berarti contoh tasrif (kerangka
fikir)[15].
Dalam pengertian istilah paradigma diartikan sebagai seperangkat asumsi,
konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas kepada
sesuah komunitas yang sama khususnya, dalam disiplin intelektual. Paradigma
diartikan sebagai alam disiplin intelektual, yaitu cara pandang seseorang
terhadap diri dan erensi atau lingkungannya yang akan mempengaruhi dalam
fikiran,bersikap dan tingkah laku.
Paradigama di sini
diartikan Khun sebagai kerangka referensi atau pandangan dunia yang menjadi
dasar keyakinan atau pijakan suatu teori.[16]
Pengertian
Pendidikan humanis.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari
kata dasar didik (mendidik), yaitu yaitu memelihara dan memberi latihan
(ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[17]
Menurut Abd. Halim Soebehar, pendidikan adalah usaha atau
kegiatan secadar dan sengaja terhadap peserta didik (manusia yang belum
dewasa),agar mampu melaksanakan tugas hidupnya sebagai manusia, baik selaku
mahlik individu, sosial, moral, maupun mahlik beragama, yang dapat berlangsung
dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.[18]
Ki Hajar mengartikan pendidikan sebagai
daya upaya untuk mengajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak yang
selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dari pengertian di atas secara singkat pendidikan dapat
dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapainya
kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan
masyarakatnya.
Humanis[19]
artinya memanusiakan manusia, menghilangkan “kebendaan”, ketergantungan,
kekeras dan kebencian manusia. Berdasarkan pemahaman ini, maka konsep humanis
Kuntowijoyo berakar pada humanisme.[20]
Padigma pendidikan humanis memandang manusia sebagai
manusia, yakni mahluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai mahluk hidup ia melangsungkan,
mempertahankan, dan mengembangkan hidup. Sebagi mahluk batas (antara hewan dan
malaikat), ia memiliki sifat-sifat kehewanan (nafsu-nafsu rendah) dan
sifat-sifat kemalaikatan (budi luhur). Sebagai mahluk delimatik ia selalu
dihadapkan pada pilihan-pilihan dalam hidupnya. Sebagai mahluk moral, ia
bergulat dengan dengan nilai-nilai. Sebagi mahlik pribadi, ia memiliki hak-hak
sosial, ia memiliki hak-hak sosial sebagi hamba Tuhan, ia harus menunaikan
kewajiban-kewajiban keagamaannya..
Ada
beberapa nilai dan sikap dasar manusia yang ingin diwujudkan diri melalui
pendidikan humanis yaitu: (1) manusia yang menghargai dirinya sendiri sebagai
manusia (2) manusia yang menghargai manusia lain seperti halnya dia menghargai
dirinya sendiri, (3) manusia memahami dan melaksanakan kewajiban dan hak-haknya
sebagai manusia,(4) manusia menyadari adanya kekuatan akhir yang mengatur
seluruh hidup manusia.[21]
Dalam bukunya Bahruddin dapat dijelaskan, pendidikan
humanis adalah pendidikan yang mampu memperkenalkan apresiasinya yang tinggi
kepada manusia sebagi mahluk Allah SWT yang mulia dan bebas serta dalam batas
eksistensinya yang hakiki, dan juga sebagi khalifatullah (Qs. Al-Baqoroh.30).[22]
Jadi
dapt disimpulkan pendidikan humanis merupakan proses memanusiakan manusia
melalui sebuah kesadaran (pendidikan), untuk melepaskan diri dari bentuk
penindasan yang hegemoni dan domonatif, yang keduanya menjadi penghambat bagi
tegaknya pilar-pilar humanisai.
(c) Prinsip-prinsip pendidikan humanis
Meskipun
dalam sejarah pemikiran humanisme yang berbeda-berbeda, pada dasarnya pandangan
tersebut memiliki kesamaan. Kesamaan tersebut adalah terhadap nilai-nilai
kemanusiaan dan dimaksudkan untuk mengangkat harkat martabat manusia, yang mengandung tiga unsur
sebagai berikut.
1.
Humanum.
Humanum,
yaitu ambaran manusia dalam hakikat dan kedudukan di dunia. Hakikat manusia
sering dikatakan pribadi yang merdeka, mahluk tuhan, bahkan dalam islam disebut
kholifah atau wakil tuhan di dunia. Kedudukannya selaku individu tersebut animal
rational (hewan yang berakal) dan
lain-lain.
2.
Humanitas.
Humanitas
adalah hubungan baik dan harmonis antara seseorang dengan manusia lain yang
ditandai dengan kehalusan budi pekerti dan adab, pengertian,apresiasi, simpati,
kebersamaan,dan lain-lain
3.
Humaniora.
Humaniora,
yaitu sarana pendidikan untuk mencapai humanitas berupa ilmu pengetahuan budaya warisan berbagai
bangsa, termasuk budaya bangsa sendiri. Termasuk bidang humaniora ialah ilmu
sejarah,antropologi,bahasa,seni, filsafat,ilmu-ilmu keagamaan, dan lain
sebagainya.[23]
(d)
Tujuan pendidikan humanis.
Setiap
pekerjaan manusia sesederhana apapun akan bermuara pada tujuan tertentu.
Artinya tidak adanya suatu kegiatan manusia yang terlepas dari tujuan kegiatan
tersebut. Kegiatan makan,minum, bahkan tidur merupakan kegiatan hidup manusia
yang berangkat dari tujuan-tujuan tertentu.
Sebagi
salah satu aktifitas kegiatan manusia, pendidikan juaga bermuara pada
pencapaian tujuan tertentu yang diyakini sebagi suatu yang paling ideal. Dalam rangka mencapai suatu yang ideal
tersebut, dilakukan secara bertahap dan sistematik.
Persepsi umum tentang tujuan pendidikan
adalah kematangan, yang meliputi kematangan,lahir,batin, jasmani dan rohani.[24]
Tujuan pendidikan pada hakekatnya akan selalu berhubungan erat dengan kondisi
sosio-kultur dimana pendidikan dilaksanakan.
Tujuan pendidikan yang humanis menurut Bahruddin meliputi
kesehatan dan kecakapan, kesanggupan hidup bermasyarakat dan membawa anak didik
secara humanistic kedua keruhanian yang akhirnya menjadikan mereka bisa
bertahan dalam agamanya sebaik mungkin.[25]
Sedangkan
tujuan pendidikan di Indonesia dapat dilihat pada formulasi tujuan pendidikan
Nasional menurut UUSPN, yaitu[26]
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohan, kepribadian yang
mantab serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b) Pendidikan Islam
(a)Pengertian Pendidikan Islam.
Dalam
khasanah pemikiran
pendidikan Islam,
terdapat berbagai
istilah yang
digunakan oleh para tokoh dalam memberikan pengertian terhadap
pendidikan Islam, yang sesuai
dengan
pandangan Islam itu sendiri.
Menurut Omar Mohammad
Al-Toumy,
pendidikan Islam adalah
usaha mengubah tingkah laku dalam kehidupan, baik individu
atau bermasyarakat serta
berinteraksi dengan alam sekitar
melalui proses
pendidikan berlandaskan nilai Islam (Suyudi, 2005: 55). Sedang Yusuf Qardhawi dalam Umiarso
(2011: 90) mendefinisikan
pendidikan Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya, akal dan hatinya, ruhani dan
jasmaninya,
serta akhlak
dan
keterampilannya.
Sementara
itu, Hasan Langgulung dalam bukunya Azra mendefinisikan pendidikan Islam sebagai
proses penyiapan
generasi
muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan
dan nilai-nilai Islam
yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di ahkirat. Dari
sini pendidikan Islam merupakan
suatu
proses untuk menyiapkan manusia
atau individu-individu
yang sesuai dengan ajaran Islam, yaitu ajaran yang
telah diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Dengan itu, maka diharapkan manusia
atau individu-individu bisa mencapai derajat yang tinggi, sehingga
ia mampu menunaikan tugasnya sebagai
abdullah dan khalifah di muka
bumi, yang mana
nantinya akan mewujudkan
kebahagiaan di dunia
dan
di ahirat kelak. Hal ini oleh Ahmad D.
Marimba, bahwa pendidikan Islam adalah suatu
konsep bimbingan jasmani
dan ruhani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam
menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[27]
(b)Konse
pendidikan islam.
Dari sudut pandangan bahasa,pendidikan Islam tentu saja
dari khasanah istilah bahasa Arab yang diterjemahkan, mengingat dalam bahasa
itulah ajaran islam diturunkan. Menurut yang tersirat dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadits, dua sumber utama ajaran islam, istilah yang dipergunakan dan
dianggapnya relevan sebagai menggambarkan konsep dan aktivitas pendidikan Islam
itu ada tiga, masing-masing: at-Tarbiyah,
at-Ta’lim dan at Ta’dib, dan ketiganya pernah direkomendasi dalam
koferensi Internasional pertama tentang pendidikan Isalam di Makkah pada tahun
1997.[28]
Istilah yang paling relevan menurut Syeh Muhammad al-
Naquib Al-Attas dalam bukunya halim soebehar
bukanlah tarbiyah dan bukan pula ta’lim, melainkan ta’dib.
Sementara Abdul Fattah Jalal beranggapan
sebaliknya, karena yang lebih sesuai menurutnya justru ta’lim.
Kendatipun demikian, mayoritas para ahli kependidikan islam tampaknya setuju
mengembangkan istilah tarbiyah (yang memang berarti pendidikan, education) dalam merumuskan dan menyusun konsep
pendidikan dibandingkan istilah ta’lim (yang berarti pengajaran,intruction)
dan ta’diib(berarti pendidikan khusus, dan menurut Al-Attas berarti
pendidikan) mengingat cakupan lebih luas, dan bahkan istilah tarbiyah sekaligus
mengimplisitkan makna dan maksud yang dicakup istilah ta’lim dan ta’diib.
Selain itu, juga karena alasan historis bahwasannya istilah istilah yang
dikembangkan sepanjang sejarah, terutama di negara-negara yang berbahasa arab,
dan bahkan juga di Indonesia ternyata istilah tarbiyah, menyusul kemudian
istilah ta’lim, dan jga jarang sekali istilah ta’diib digunakan.[29]
1.
At-Ta’dib.
Dalam
hadits riwayat As-Sam’ani:
xxxxxxx
“tuhanku telah mendidikku, maka ia baguskan
pendidikanku”(HR.As-Sam’ani).[30]
Kata yang diterjemahkan sebagi mendidik oleh Al-Attas
adalah “addaba” masdarnya “ta’diib” dan berarti pendidikan.
Menutnya mempunyai arti yang sama dan ditemikan rekanan konseptualnya didalam
istilah ta’liim, meskipun diakui bahwa cakupan istilah ta’lim. Dalam
artinya yang asli dan mendasar. Konsep ta’diib jika diaplikasikan secara
sederhana menurut persepsi Bloom bukan hanya mencakup aspek efeksi, melainkan
mencakup pula aspek kognif dan psikomotorik, kendatipun aspek yang pertama
lebih domonan.[31]
Istilah ta’diib dalam konsep dan aktifitas
pendidikan Islam menurut Al-Attas berpengaruh pada tiga hal penting. Pertama,
kebiasaan dan kesalahan dalam ilmu pengetahuan, yang pada gilirannya akan
menciptakan kondisi. Kedua, yakni
adab pada umat. Kondisi yang timbul akibat yang pertama dan kedua adalah
pembentukan yang ketiga, serupa bangkitkan pimpinan yang tidak memenuhi syarat kepemimpinan yang
absah dikalngan umat, karena tidak memenuhi standar moral, intelektual dan
spiritual yang tinggi, yang dibutuhkan suatu kepemimpinan pengendalian yang
berkelanjutan atas urusan-urusan umat oleh pemimpin-pemimpin seperti mereka
yang menguasai seluruh bidang kehidupan.[32]
2.
At-Ta’liim.
Menurut
Fatah jalal, berpendapat lain. Istilah ta’liim menurutnya lebih luas
dibandingkan tarbiyah yang sebenarnya berlaku hanya untuk pendidikan
anak kecil.
Kata
ta’liim menurut Fatah merupakan proses terus menerus diusahakan manusia
sejak lahir. Sehingga satu segi telah mencakup aspek kognitif dan pada segi
lain tidak mengabaikan pada segi afektif dan psikomotorik. Fattah juga
mendasarkan pandangan tersebut pada argumentasi bahwa Rasulullah SAW. Diutus
sebagai mu’alim sebagai pendidik dan Allah SWT sendiri menegaskan posisi
Rasul-Nya yang demikian itu dalam surat Al-Baqarah ayat 151:
Artinya : sebagaimana
(kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui.
Ayat di atas memandang proses ta’lim sebagai
universal dari tarbiyah. Sebab, ketika mengajarkan mereka membaca disertai
perenungan tentang pengertain, pemahaman,tanggung jawab dan penanaman amanah.
3.
At-Tarbiyah
Jika
diamati secara intens, tampak istilah tarbiyah yang telah sekian abad
dipergunakan memperoleh porsi sorotan lebih tajam dibandingkan pada istilah
ta’liim dan ta’diib. Hal tersebut dapat dimaklumi karena istilah
tarbiyah itulah yang dikembangkan mayoritas ahli dimana-mana sepanjang sejarah.
Dilihat
dari bahasa, kata at-tarbiyah mempunyai tiga asal kata (Abdurrahman
An-Nahlawi, 197"9:11-13). Pertama kata tarbiyah dari kata “raba-yarbu” yang berarti “zadwa
nama” bertambah dan bertumbuh, seperti dipergunakan Allah SWT. Dalam
Al-Qur’an:
Artinya:
dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah.[33]
(Qs. Ar-Rum (30):39)
Kedua
kata at-tarbiyah dari kata “rabiya-yarba”masyaa wa tara’a”
tumbuh dan berkembang.
Seperti
ditulis Hanafi Ahmad dalam At-Tafsir
al’ Alami li al-ayat al-kauniyab fii al-quran (111:351)
Yang
artinya : Arab berasal dari makna at-tarbiyah yakni menumbuhkan
sesuatu sedikit demi sedikit menuju arah kesempuraan.
Dengan
demikian istilah pendidikan yang relevan dalam rekanan konsep bahasa arabnya
adalah at-tarbiyah, sehingga istilah pendidikan islam akan menjadi
at-tarbiyah al-islamiyah.
(c)
Prinsip pendidikan islam
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju manusia yang
sempurna “isnan
kamil”. Maka dari itu pendidikan sebagai sebuah
usaha, kegiatan dan tindakan yang
dilakukan dengan sengaja harus mempunyai prinsip-prinsip yang menjadi dasar
dan landasan dalam
melaksanakan pendidikan Islam.
Prinsip-prinsip pendidikan Islam tersebut tentunya juga
dibangun atas dasar dan landasan Al-Qur’an, sunnah, sebab Al-Qur’an, sunnah
merupakan sumber
ajaran Islam yang utama, tanpa terkecuali dalam pelaksanaan
pendidikan Islam. Maka prinsip-prinsip
pendidikan Islam harus
dibangun atas dasar tersebut. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan dipaparkan secara
sederhana tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam, yakni:
1)
Prinsip
Tauhid
Prinsip
tauhid ini merupakan prinsip yang
paling
utama dalam penyelenggaraan
pendidikan Islam.
Tauhid merupakan
salah
satu kunci pokok ke-Islaman
dengan jelas menunjukkan bahwa tidak ada penghambaan atau penyembahan kecuali kepada Yang
Maha Esa (Allah SWT), bebas dari
belenggu kebendaan dan kerohanian. Dengan kata lain, seorang
telah mengikrarkan diri dengan dua
kalimah syahadah berati telah melepaskan diri
dari belenggu
dan subordinasi
apa
pun.[34]
Konsep ajaran
tauhid dalam Islam merupakan paradigma sebuah pembebasan dan kebebasan baik secara lahiriah
maupun ruhaniah, kecuali
hanya kepada Tuhan. Hal ini sebenarnya mengisaratkan sebuah ajaran bahwasanya
praktik pendidikan Islam tidak mengenal diskriminasi terhadap
siapapun.[35]
Dengan demikian konsep tauhid sebenarnya
sudah mengisyaratkan
bahwa pendidikan harus berlandaskan kepada niali-nilai Ilahiyah sebagai landasan
etis dan
normatif
dan niali-nilai
insyaniah
serta alamiah
sebagai
nilai-nilai oprasional.
Prinsip tauhid merupakan prisip dalam
pendidikan Islam. Bahkan prinsip ini yang telah ikut mewarnai dan memberikan
inspirasi munculnya prinsip-prinsip pendidikan Islam lain seperti prinsip bahwa
Allah adalah Allah. Dia tunggal secara mutlak, transenden secara mutlak
dan secara metafisis maupun aksiologis tertinggi.[36]
2)
Prinsip Integrasi
Prinsip
Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini
benar benar bermanfaat untuk bekal yang
akan
dibawa ke akhirat.
Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus
diabdikan untuk mencapai kelayakan itu,
terutama dengan
mematuhi keinginan Tuhan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah dala surah Al-Qashas ayat
77:
Artinya : Carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.[37]
Ayat ini menunjukkan prinsip integritas bahwa diri dan segala yang
ada
padanya
dikembangkan pada
satu arah, yakni kebajikan dalam rangka
pengabdian
kepada Tuhan.
3) Prinsip Keseimbangan
Prinsip dasar berikut adalah prinsip keseimbangan. Karena
ada prinsip tauhid dan integrasi, maka prinsip keseimbangan merupakan
kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak muncul
kepincangan dan kesenjangan. Pertama-tama adalah keseimbangan antara materil
dan spiritual,unsur jasmani dan rohani. [38]
Prinsip
ini merupakan kemestian hingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan.[39]Prinsip
keseimbangan dalam pendidikan Islam meliputi
keseimbangan
antara
material dan spiritual, unsur
jasmani dan rohani, keseimbangan antara kepentingan individu
dan sosial, ilmu dan amal. Jadi semua
sesuatu seharusnya sesuai dengan prinsip keseimbangan, sehingga
tidak ada timpang
tindih atara satu dan
lainnya.
Abdussalam menjelaskan bahwa
keseimbangan penyelenggaraan pendidikan Islam antara
kepentingan
dan
kebutuhan kebaikan dunia dan
ahirat mendapatkan
porsi yang seharusnya, sehingga kepribadian
peserta didik pun akan utuh dan
seimbang, tidak
terpecah.[40]
4) Prinsip persamaan
Prinsip
ini
berakar dari konsep dasar
tentang manusia yang
mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis
kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit.
Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan harus tidak memihak kepada siapapun.
Budak sekalipun berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Mengenai hal
ini Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapapun di antara seorang
laki laki yang mempunyai seorang
budak perempuan, lalu diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang
baik kemudian dimerdekakannya lalu dikawininya,
maka (laki laki) itu mendapat
dua pahala”.(HR.
Bukhari).
Maka sebanarnya prinsip ini menjelaskan bahwa
dalam pelaksanaan
pendidikan Islam tidak
ada yang namanya
diskriminasi. Karena
dalam konsep Islam, semua
manusia sama dalam martabat dan kedudukannya, tidak ada perbedaan antara satu orang
dengan yang lainnya dihadapan Sang
Maha
Pencipta kecuali dalam hal ketakwaannya.[41] Dengan demikian, prinsip ini mengisaratkan bahwa semua orang mempunyai hak
yang sama dalam mendapatkan
pendidikan dan memproses
dirinya dalam
pendidikan.
5) Prinsip Pendidikan
Seumur Hidup
Munculnya prinsip ini
sebenarnya bersumber dari pandangan
mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa
kemampuan untuk
mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang
dilakukan, di samping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah
dalam
surah Al-Maidah ayat
39 berikut:
`yJsù z>$s? .`ÏB Ï÷èt/ ¾ÏmÏHø>àß yxn=ô¹r&ur cÎ*sù ©!$# ÛUqçGt Ïmøn=tã 3 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÌÒÈ
Artinya: Maka Barangsiapa bertaubat (di antara
pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka
Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.[42]
(QS. Al-Maidah: 39)
Prinsip ini
menjelaskan bahwa
dalam pendidikan Islam tidak
mengenal batas waktu ataupun terikat oleh umur seseorang. Oleh karena
itu selama hayat di kandung badan, maka wajib belajar akan berlangsung terus
menerus. [43] Dengan demikian manusia
harus belajar
sejak
dilahirkan sampai ajalnya tiba (mulai
dari lahir sampai
ke liang lahat).
6) Prinsip Keutamaan.
Prinsip
ini menegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses
mekanik
melainkan merupakan
proses yang mempunyai ruh dimana segala kegiatannya diwarnai
dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan.
Sedangkan keutamaan-keutamaan tersebut
terdiri dari
nilai nilai moral. Nilai
moral yang
paling tinggi adalah
tauhid. Sedangkan nilai
moral yang
paling buruk dan rendah adalah syirik.
Dengan prinsip
keutamaan ini,
pendidik bukan hanya bertugas
menyediakan kondisi
belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut
membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang
ditunjukkan oleh pendidik
tersebut. Hal ini ditegaskan dalam sabda
Nabi yang artinya, “Hargailah
anak-anakmu
dan baikkanlah budi pekerti
mereka” (HR. Nasa’i)[44]
(d)Tujuan pendidikan islam
Di dalam suatu usaha, kegiatan dan tindakan yang
dilakukan dengan
sengaja tentunya mempunyai tujuan yang
akan diraih, sama halnya dengan pendidikan.
Karena pendidikan merupakan usaha
dan kegiatan yang berproses yang
melalui tahapan-tahapan dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Karena
pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap
dan
statis,
tetapi ia merupakan
suatu keseluruhan dari
kepribadian
seseorang, berkenaan
dengan seluruh
aspek
kehidupannya.[45]
Tujuan tersebut sebenarnya sudah tersirat dalam definisi pendidikan
Islam itu sendiri, maka ketika kita melihat
kembali definisi pendidikan
tersebut, akan terlihat dengan jelas apa yang sebenarnya diharapkan dalam sebuah tujuan tersebut, disini dapat dirumuskan apa yang sebenarnya yang
menjadi tujuan dari pendidikan Islam. Maka dalam merumuskan tujuan
pendidikan, harus selaras dengan syari’at Islam,
agar tidak
mengalami kesimpang siuran. Adapun rumusan tujuan pendidikan Islam yang
disampaikan beberapa tokoh yaitu
diantaranya;
Marimba dalam bukunya Tafsir berpendapat bahwa
tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia yang berkepribadian muslim.[46] Sedangkan
Abd. Ar-Rahman
An-Nawawi, menjelaskan
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk
mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku, serta perasaan mereka
berdasarkan Islam yang yang dalam proses akhirnya bertujuan untuk merealisasikan ketaatan dan penghambaan kepada Allah di dalam kehidupan manusia, baik secara
individu maupun masyarakat.[47]
Sementara Langgulung
telah meringkas bahwa tujuan pendidikan Islam
menjadi dua hal. Pertama, pembentukan insan “individu” yang
saleh. Insan salah adalah
manusia [48] yang mendekati
kesempurnaan, yaitu pengembangan manusia
yang menyembah dan bertaqwa kepada Allah. Dengan kata lain membentuk
manusia yang penuh
keimanan
dan takwa kepada Allah.
Kedua, pembentukan masyarakat yang
saleh. Masyarakat saleh adalah masyarakat yang
percaya bahwa ia mempunyai risalah untuk umat manusia, yaitu risalah
keadilan, kebenaran
dan kebaikan.
Risalah tersebut
adalah sebuah risalah
yang akan kekal
selamanya, tidak
terpengaruh oleh faktor waktu
dan
tempat. [49]
Penjelasan tujuan pendidikan Islam yang dipaparkan di atas, sebenarnya kalau kita analisis masih ada kesesuaian dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl, bab 2 pasal 3, yakni.
“Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan
membentuk
watak
serta peradaban
bangsa yang
bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, berilmu, sehat, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Di dalam pasal tersebut tersurat maupun tersirat, disana kata-kata mencerdaskan
kehidupan bangsa,
bertujuan mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, berahlak mulia, taqwa, sehat, cakap, kreatif. Ini menandakan
bahwa tujuan
pendidikan nasional sejalan dengan pendidikan
Islam, yaitu
tercapainya tujuan Hablum minallah dan hablum
minas dan hablum minal ‘alam. Dengan kata lain, tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan manusia sempurna, manusia yang
mapu memahami tentang tuhan, diri, dan
lingkungannya “insan
kamil”.
e)
Proses
pembelajaran.
Adapun kamus besar Bahasa indonesia proses diartikan
jalannya, pekerjanya, cara mengerjakannya[50].
Dalam bukunya Dimyayi dan Mujionomenjelaskan bahwa pembelajaran adalah “
kegiatan guru secara terprogram dalam disain intruksional, untuk membuat siswa
secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Sedangkan dalam
UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, “pembelajran adlah interaksi
peserta didik dengan pendidik dengan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk pewujudan
kebudayaan manusia harus bersifat dinamis dan berkembang. Perkembangan dalam
dunia pendidikan adalah hal yang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan
budaya kehidupan manusia. Perubahan disini dalam arti perbaikan pendidikan yang
mencakup pada semua tingkat dan aspek, baik dari sisi konsep, kurikulum,
kualitas sumber insani, metode pembelajaran, lembaga-lembaga, sistem evaluas,
serta penerapan reward dan panishment-nya.
Kesemuanya penting terus diupayakan agar pendidikan
dapat relevan dengan perubahan sosial budaya masyarakat yang terus berkembang
dan sesuai karakter masyarakat global yang mendambakan adanya keterbukaan,
perilaku yang sama /adil bagi setiap manusia (demokrasi) dan menjunjung
tinggi hak-hak manusia. Dengan ini kiranya memasukkan nilai-nilai positif
demokratis dan humanis dalam sistem pendidikan. Dengan harapan, proses
pendidkan dan pembelajaran berlangsung lebih demokratis dan humanis sehingga
akan melahirkan generasi bangsa yang sadar dengan eksistensinya dirinya sebagai
mahluk yang religius sekaligus mahluk sosial.[51]
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwasannya
tujuan dari proses pembelajaran adalah menjadikan manusia lebih manusiawi,
dewasa, dan mandiri. Proses pembelaran adalah inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru sebagi pemegang perantara utama.
1.
Kurikulun
yang humanis
Secara etimologi berasal dari kata Yunani, yaitu currir yang
artinya pelari dan cucure yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada
mulayanya digunakan dalam dunia olah raga yang berarti a litte racecorius (suatu
jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olah raga)[52]
dalam konsep pendidikan Islam kurikulum
dikenal dengan istilah manhaj yang berarti sebuah jalan terang yang
dilalui pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik untuk mengembangkan
pengetahuan,keterampilan,dan sikap mereka.[53] Kurikulum yang humanis harus mampu menjadi
solusi bergai problem yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan pada saat ini,
terutama pada aspek moralitas peserta didik bahkan pendidik yang pada dekade
terakhir ini yang mengalami degradasi moral yang cukup memperhatinkan.
Berdasarkan pada uraian di atas, dapat
diketahui jika kurikulum yang humanis adalah kurikulum pendidikan yang
setidaknya memiliki karakter sebagai berikut.
a.
Tujuan
dari pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis.
b.
Pendidikan
dan pembelajaran menuntut adanya hubungan emosional yang baik antar pihak
pengajar (guru) dan peserta didik.
c.
Dalam
prinsipnya menekankan pada integrasi intelektual, emosional, spiritual, dan
tindakan nyata (kognitif, afektif, psikomotorik,)
d.
Menyediakan
pengalaman dan pengetahuan berharga untuk membantu memperlancar perkembangan
peserta didik sesuai fitrahnya secara optimal.
e.
Dapat
membantu peserta didik menghadapi masalah kehidupan sehati-hari dengan arif dan
bijaksana.
f.
Menyajikan
materi yang memungkinkan bagi tumbuhnya sikap kritis bagi peserta didik.
g.
Dalam
hal evaluasi lebih mengutakan proses dari pada hasil dan tidak ada kriteria
tertentu.
2.
Metode
pembelajaran yang humanis
Pembelajaran yang merupakan proses antara peserta didik
dan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan sebuah
proses pembelajaran merupakan panduan
dari aktivitas belajar. [54]
aktifitas mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam konteks mengupayakan
tercipta jalilan komunikasi harmonis antara pengajar itu sendiri dengan si
pelajar.[55]
Sedangkan, aktivitas belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan
tingkah laku yang bukan disebabkan oleh
proses pertumbuhan bersufat fisik, melainkan perubahan dalam kebiasaan,
kecakapan,bertambah, berkembang daya fikir, sikap, dan alin-lain. Aktivitas
belajar mengajar (pembelajaran) ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Pembelajaran
dilakukan secara sadar direncanakan secara sistematis.
2.
Pembelajaran
dapat menumabuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar.
3.
Pembelajran
yang dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa.
4.
Pembelajaran
yang dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik.
5.
Pembelajran
yang dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa.
6.
Pembelajaran
dapat membuat siswa siap menerima pembelajaran baik secara fisik maupun spikologis.[56]
Proses
belajar mengajar merupakn inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan
guru sebagi pemegang penanan utama. Proses pembelajaran yang baik akan
menghasilaku output yang baik,
demikian pula sebaliknya. Pembelajaran
yang memberi ruang kepada peserta didik untuk berimajinasi dan mengembangkan
kreativitas dan berfikir kritis analitis yang merupakan kecakapn dan modal awal
agar anak mampu menghadi tantangan masa depan yang lebih kompetitif. Dengan
kata lain, setidaknya perubahan yang diperlukan tersebut dilatar belakangi oleh
lima hal berikut:
a.
Peserta
didik bukan hanya sebagai oyek mengajar, melainkan subyek dalam pembelajaran.
b.
Peserta
didik adalah individu-individu yang bebas, merdeka, dan memiliki potensi dasar
(fitrah) yang ahrus dikembangkan secara optimal.
c.
Peserta
didik harus disiapkan sejak awal agar mampu bersosialisasi dengan
lingkungannya, serta memiliki kecerdasan emosional dan spiritual selain
kecerdasan intelaktual.
d.
Seiring
arus globalisasi setiap individu dituntut
untuk memiliki jiwa yang domokratis dan humanis.
e.
Pengguanaan
metode konvensional yang lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam kondisi
tertentu akan menjadikan anak didik merasa bosan, jenuh, dan merasa tertekan.
Hal ini disebabkan mereka harus tenang dengan penjellasan guru, tanpa memiliki
ruang kebebasan untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.[57]
Dalam
kaitan ini, setelah menelusuri dari literatul, penulis menemukan beberapa model
atau metode pembeljaran yang diyakini sejalan dengan format pendidikan yang
humanis sebagai berikut.
1. Active learning method..
2. comparatif learning.
3. Independen lerning
4. Contactual teaching lerning.
5.Pembelajran Quantum.[58]
3.
Evaluasi
yang humanis
Perwujudan pola pembelajaran yang pendidikan yang humanis
dapat di nalai untuk mengubah salah satu komponen pendidikan, yakni
evaluasi. Secara etimologis, evaluasi
berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti value, yang secra harfiah
dapat diartikan sebagai penilaian.
Hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan evaluasi ini ialah evaluasi belajar haruslah
bersifat komprehensif, artinya mencakup semua aspek, baik aspek
kognitif,afektif dan psikomotorik.
a.
Ranah
kognitif.
Ranah
kognitif sebagai hasil belajar yang berkenaan dengan kemampuan pikir dan
kemampuan yang memperoleh pengetahuan.
b.
Ranah
afektf adalah kemampuan yang berkenaan dengan perasaan, emosi, sikap penerimaan
atau penolakan status obyek.
c.
Ranah
psikomotor keterampilan motorik dan psikomotorik dapat diartikan sebagai
serangkaian otot-otot yang terpadu intuk dapat menyelesaikan untuk suatu tugas.
Evaluasi psikomotorik dapat melalui analisis tugas. Dengan analisis tugas dapat
tidaknya dimensi tersebut untuk observasi dan diukur.
Evaluasi terhadap tiga ranah tersebut haruslah dilakukan
dengan seimbang. Sebab jika aspek afektif atau psikomotorik lepas adri aspek
evaluasi dan hanya menekankan pada ranah kognitif seperti terjadi selama ini,
itu berarti proses pembelajaran hanya
mengajar untuk menumpukan materi dan informasi sehingga kurang demokratis dan
tidak humanis.
Disamping itu, dalam pendidikan yang humanis, kegiatan
evaluasi yang harus berjalan dua arah, yakni pendidikan mengevaluasi peserta
didik dan peserta didik mengevaluasi pendidiknya. Menurut Abdurahman Mas’ud,
evaluasi siswa terhadap guru lebih reprensentatif dan obyektif jika
dibandingkan dengan evaluasi yang dilakukan oleh tenaga pengawas yang belum
tentu sebulan sekali mengadakan interaksi dengan guru. Evaluasi dua arah ini
tidak terlepas dari pandangan bahwa peserta didik adalah pusat dari proses
pendidikan dan pembelajaran.[59]
H. Metode
Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian.
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian lapangan (Field Research) dapat juga
dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai
metode untuk mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingnya adalah bahwa peneliti
berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomenon dalam
suatu keadaan alamiah.[60]
Bogdan dan Taylor mendefinisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.[61]
2. Lokasi
Penelitian.
Madrasah Tsanawiah Baitul
Hikmah ini terletak di pedesaaan”tengah” pemukiman masyarakat yang mayoritas
berbahasa madura yang di mana kebanyakan para siswa masyarakat madrasah
tersebut mengenyam pendidikan di Madrasah Tsanawiah Baitul Hikmah, selain rumah
penduduk sawah ikut juga mengelilingi madrasah ini.
Madrasah Tsanawiah Baitul Hikmah ini tempatnya terletak di Jl. Cut
Nya’ Dien No. 20 kecamatan tempujero kabupaten jember. Dari pasar tempurejo
kurang lebih 50 M. Suasana Madrasah ini sangat tenang, kebisingan suasana pasar
sama sekali tidak mengganggu proses pembelajaran yang ada di Madrasah Tsanawiah
Baitul Hikma. Hal ini di sebabkan tembok dan sawah, adapun batasan-batasannya
sebagai berikut:
a. Batasan sebelah selatan :
sawah dan satu rumah penduduk.
b. Batasan sebelah barat :
sawah dan sungai.
c. Batasan sebelah timur :
sawah, rumah penduduk dan Jl. Cut Nya’ Dien.
d. Batasan sebelah utara :
rumah penduduk dan pasar tempurejo.
e. Lokasi/ letak : di dusun
krajan Tempurejo Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember.
3. Penentuan Subyek Penelitian.
Dalam penelitian
kualitatif, kata-kata dan deskripsi tindakan orang-orang yang diamati merupakan
sumber data utama. Oleh karena itu, untuk memperoleh sumber data yang valid dan
sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka diperlukan
penentuan informan yang tepat dalam menguraikan masalah yang diteliti. Dalam
hal ini, peneliti dapat menentukan subyek penelitian memakai teknik purposive
sampling atau sampel bertujuan.
Teknik pengambilan sampel purposive
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu. Adapun informan dalam penelian ini.
1. Kepala Madrasah Tsanawiyah Baitul Hikmah
Tempurejo Jember
2. Dewan Guru Madrasah Tsanawiyah Baitul
Hikmah Tempurejo Jember
3. TU Madrasah Tsanawiyah Baitul Hikmah
Tempurejo Jember
4. Murid Madrasah Tsanawiyah Baitul Hikmah
Tempurejo Jember
4. Teknik
pengumpulan data
Penelitian dapat dikatakan absah,
apabila data yang diperoleh dapat diuji kebenarannya. Untuk memperoleh data
yang valid, maka diperlukan metodologi yang tepat untuk mengumpulkannya. Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan
data dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut.
a. Observasi
Metode
observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan
secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar.[62]
Dengan metode ini orang melakukan pengamatan dan pencatatatan secara sistematis
terhadap gejala / fenomena yang diselidiki, tanpa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan meskipun obyeknya orang.[63]
Observasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi pasif, jadi
dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi
tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.[64] Adapun data yang diperoleh melalui observasi
ini adalah :
1.Letak geografis
Madrasah Tsanawiyah Baitul Hikmah Tempurejo Jember
2.Proses Pembelajaran
Madrasah Tsanawiyah Baitul Hikmah Tempurejo Jember
3. Kondis Pembelajaran
Madrasah Tsanawiyah Baitul Hikmah Tempurejo Jember
b. Interview
Interview
merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang
dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan tujuan penelitian.[65]
Metode
interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin.
Cara mengajukan pertanyaan terserah pada interviewer sehingga diharapkan wawancara
lebih luwes dan data yang diungkap lebih mendalam.[66] Dalam metode interview ini data yang
diperoleh adalah:
a.
Bagaimana implementasi pendidikan
humanis perspektif prinsip pendidikan islam proses pembelajaran di madrasah
tsanawiyah baitul hikmah tempurejo jember.
b. Bagaimana konsep pendidikan humanis
perspektif pendidikan islam di madrasah tsanawiyah baitul hikmah tempurejo
jember.
c. Bagaimana implementasi pendidikan
humanis perspektif pendidikan islam di madrasah tsanawiyah baitul hikmah
tempurejo jember.
c. Dokumenter
Metode
dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
lengger, agenda, dan sebagainya.[67]
Adapun
data yang diperoleh oleh peneliti dalam metode dokumenter di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Data keadaan guru dan peserta didik
Madrasah Tsanawiyah Baitul Hikmah Tempurejo Jember
b. Denah lokasi Madrasah Tsanawiyah Baitul
Hikmah Tempurejo Jember
c. Data keadaan sarpras Madrasah Tsanawiyah
Baitul Hikmah Tempurejo Jember
5. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting, dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.[68]
Dalam penelitian ini menggunakan
analisis data deskriptif, yaitu suatu analis yang menggambarkan
fenomena-fenomena secara objektif yang terdapat pada obyek penelitian.
Analisis data yang digunakan adalah
model analisis Miles and Huberman yang mana aktivitas dalam analisis data yaitu
meliputi :[69]
1. Reduksi data yakni merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian data yang paling sering
digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
3. Verifikasi / penarikan kesimpulan dalam
penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran obyek
yang sebelumnya masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas
6. Keabsahan
Data
Sugiono
menyatakan bahwa uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan
pada uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, kriteria
utama terhadap data hasil penelitian adalah valid, reliable dan obyektif.[70]
Dalam
penelitian ini, pemeriksaan datanya menggunakan triangulasi sumber dan teknik.
Triangulasi sumber berarti menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sedangkan
triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama
dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh dengan wawancara lalu
dicek dengan observasi, dokumentasi atau kuesioner.[71]
Jadi,
untuk menguji keabsahan data, peneliti mengadakan pengecekan data dengan cara
membandingkan antara data yang diperoleh melalui observasi (pengamatan),
interview (wawancara), dan data hasil dokumenter, karena ketiga sumber tersebut
merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.
7. Tahapan-tahapan Penelitian
Bagian
ini menguraikan proses pelaksanaan penelitian, mulai dari penelitian pendahuluan,
pengembangan desain, penelitian sebenarnya dan sampai pada penulisan laporan.[72]
Dalam penelitian ini disajikan tahapan-tahapan penelitian sebagai berikut.
a. Tahap pra-lapangan
1.
Menyusun
rancangan penelitian
2.
Memilih
lapangan penelitian
3.
Mengurus
perizinan
4.
Menjajaki
dan menilai lapangan
5.
Mempersiapkan
perlengkapan penelitian
b. Tahap pekerjaan lapangan
Setelah
persiapan dianggap matang, maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan
penelitian. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan
dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data di antaranya adalah
observasi partisipasi pasif, interview bebas terpimpin, dan dokumentasi.
c. Tahap analisis data dan penulisan
laporan
Dimana
pada tahap ini peneliti menyajikan dan menganalisis hasil data yang didapatkan
di lapangan penelitian. Setelah dianalisis barulah pada tahap penulisan laporan
penelitian.
I. Sistematika Pembahasan
Dalam
penelitian sistematika pembahasan ini akan dijelaskan kerangka pemikiran yang
digunakan dalam menyusun skripsi ini, sehingga dapat dipelajari dan dipahami
oleh pembaca. Adapun sistematika pembahasan ini
adalah sebagai berikut:
BAB I : Yang terdiri dari 6 sub yaitu:
latar belakang masalah, fokus kajian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
definisi istilah, dan sistematika pembahasan. Fungsi bab ini adalah untuk
memperoleh gambaran secara umum mengenai pembahasan dalam skripsi ini.
BAB II : Pada berikut ini akan
dipaparkan kajian kepustakaan serta literatur yang berhubungan dengan skripsi.
Penelitian terdahulu yang mencantumkan penelitian sejenis yang telah dilakukan
sebelumnya. Dilanjutkan dengan kajian teori yang memuat konsep pendidikan anak
usia dini dalam perspektif psikologi perkembangan. Fungsi dari bab ini adalah
sebagai landasan teori pada bab berikutnya guna menganalisa data yang diperoleh
dari penelitian.
BAB III : Pada bab ini berisi tentang
pendekatan dan metode penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan
analisa data. Fungsi bab ini untuk memperoleh hasil kajian yang obyektif.
BAB IV : Memuat pembahasan empiris
tentang laporan hasil penelitian, yang berisi “Implementasi Pendidikan Humanis
Perspektif Pendidikan Islam Dalam Proses Pembelajaran Di Madrasah Tsanawiyah
Baitul Hikmah Tempurejo Jember Tahun Pelajaran 2012/2013 “, penyajian data dan
analisa data. Fungsi bab ini adalah sebagai bahasan kajian empiris untuk
memaparkan data yang diperoleh serta untuk menemukan kesimpulan tentang
“Implementasi Pendidikan Humanis Perspektif Pendidikan Islam Dalam Proses
Pembelajaran Di Madrasah Tsanawiyah Baitul Hikmah Tempurejo Jember Tahun
Pelajaran 2012/2013 “.
BAB V : Bab ini merupakan bab yang
paling akhir, yaitu pembahasan skripsi yang di dalamnya berisi kesimpulan dan
saran-saran. Fungsi bab ini adalah untuk memperoleh suatu gambaran dari hasil
penelitian berupa kesimpulan. Dengan hasil kesimpulan penelitian akan dapat
membantu memberikan saran-saran konstruktif yang terkait dengan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an
dan Terjemahannya, Solo: CV. Pustaka
Mantiq
Agustin, Risa. Kamus
Ilmiah Populer Lengkap. Surabaya:
SERBAJAYA.
Agus Nuryanto, M. 2008.
Mazhab Pendidikan Kritis; Menyingkap Relasi
Pengetahuan Politik dan Kekuasaan.
Yogyakarta: Resist
Book.
Ahmad Ajillah, Ashim.
1990.
Menghidupkan Kembali
Kebebasan
Berfikir. Jakarta: Mustaqiim.
Al-Fandi, Harianto. 2011. Desain Pembelajaran
yang Demokratis dan Humanis Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Al-Hasyimi, Sayid Ahmad.
1995. Terjemah Muhtarul
Ahadis. Diterjemahkan
oleh Zaini, Mahmud.
Dari
kitab Muhtarul Ahadits An-Nabawiyah,
Cet
I. Jakarta:
Pustaka Amani.
Arikunto, Suharsimi.
2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arifin, M. 1987. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: BINA AKSARA.
Arifin, Samsul, dan
Barizi, Ahmad. 2001. Paradigma Pendidikan Berbasis Pluralism dan Demokratis:
Rekonstruksi
dan Aktualisasi
Tradisi Ikhtilaf
dalam Islam. Malang:
UMM press.
Azeet, Akhmad Muhaimin. Pendidikan Yang Membebaskan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Azra, Azyumardi. 2012. Pendidikan Islam;
Tradisi dan Modernisasi di Tengah
Tantangan
Milenium
III. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Bashori Muchsin,
M,. Sulthon,
M, dan Abdul Wahib. Pendidikan
Islam Humanistik: Alternatif Pendidikan Pembebasan Anak. Bandung: Rafika Aditama.
Darajat, Zakiah.
2009. Ilmu Pendidikan
Islam. Bumi
Aksara. Darmatingtyas. 2005.
Pendidikan Rusak-Rusakan.
Yogyakarta: LKIS.
Djojosuroto, Kinayati dan Sumaryati, M.L.A. 2004. Prinsip-prinsip Dasar dalam Penelitian Bahasa dan Sastra. Cet II. Bandung: Nuansa
DEPAG
RI.
2005. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
CV PENERBIT J-ART.
Hadi, Amirul dan Haryono. 1998. Metodelogi Penelitian Pendidikan.
Bandung. Pustaka Setia.
Kuntowijoyo. 1997. Identitas Politik Umat Islam. Cet II. Bandung: MIZAN.
Langgulung,
Hasan. 1995.
Beberapa
Pemikiran Tentang Pendidikan Islam.
Bandung: PT.
Al-Ma’arif.
.
1991.
Kreativitas
dan
Pendidikan
Islam,
Cet. I.
Jakarta:
Pustaka Al-Husna.
Mardalis. 2003. Metode Penelitian
Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi
Aksara.
Machasin, Dr.
1996.
Menyelami
Kebebasan
Manusia.
Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Cet. XXVIII. Bandung.
Remaja Rosdakarya.
Mu’arif. 2008. Liberalisasi Pendidikam: Mengadaikan Kecerdasan Kehidupan
Bangsa.
Yogyakarta:
PINUS.
Langgulung,
Hasan. 1995.
Beberapa
Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Oemar
muhammad al Tomy al-syaibani, filsafat pendidikan islam jakarta:bulan bintang,1979
Sugandi Achmad, dkk. Belajar dan pembelaran Semarang
:IKIP Press,2000
Soebahar, Halim. 2009. Matriks Pendidikan Islam. Cet II. Yogyakarta: Pustaka
Marwa.
Tim
Penyusun Kamus. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Umiarso & Zamroni. 2011. Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif Barat dan
Timur. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Yamin. Moh. 2012. Sekolah Yang Membebaskan; Perspektif Teori dan Praktik
Membangun Pendidikan yang Berkarakter dan
Humanis. Malang.
Madani.
Yunus, Firdaus, M. 2005. Pendidikan Berbasis
Realitas Sosial: Paulo Freire dan
Y.B.
Mangun Wijaya. Cet II.
Yogyakarta, Logung Pustaka.
[1] Harianto Al-Fandi,
2011.
Desain Pembelajaran
yang Demokratis dan Humanis (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 75.
[5] H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi
Kultural ( Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2005 ),119.
[7]Abdul Munir Mulkha, Nalar Spiritual Pendidikan, Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2002), 180-188.
[10] Ahmad
Marimba, Rekontruksi Pendidikan Dan Tradisi Pesantren Religiuitas IPTEK (Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 1989), 30.
[13] Umiarso & Zamroni, Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif Barat dan
Timur (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 93.
[19] Soebehar, Wawasan Baru, 33.
[20] M. fahmi, Islam Transendental Menelusuri Jejak-Jejak Pemikiran
Kontowijoyo (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 117.
[27] Umiarso. Pendidikan Pembebasan dalam Perspektif Barat dan
Timur (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media ,2011), 93.
[34] Syamsul,
Paradigma Pendidikan Berbasis
Pluralism dan Demokratis: Rekonstruksi dan
Aktualisasi Tradisi Ikhtilaf
dalam Islam (Malang: UMM Pers, 2001), 97.
[35] Haryanto, Desain Pembelajaran
yang Demokratis dan Humanis (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 139.
[52] Abd
Azis, filsafat pendidikan islam ;sebuah gagasan membangun pendidikan islam (Yogyakarta:teras,2009),
155.
[53] Oemar Muhammad
al Tomy al-syaibani, filsafat pendidikan islam ( Jakarta: Bulan
bintang,1979), 478.
[60] Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010), 26.
[62] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2010), 265.
[63] Marzuki, Metodologi
Riset Panduan Penelitian Bidang Bisnis Dan Sosial (Yogyakarta: EKONISIA,
2005), 62.
[64] Sugiono, Memahami
Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), 66.
[65] Marzuki, Metodologi
Riset,66.
[66] Marzuki, Metodologi Riset,67.
[67] Arikunto, Prosedur
Penelitian, 274.
[68] Sugiono, Metode
Penelitian, 244.
[70] Sugiyono, Metode
Penelitian, 267.
[71] Sugiono, Metode Penelitian, 274.
[72] Tim penyusun, Pedoman
Penulisan, 68.
0 Response to "CONTOH PROPOSAL PENELITIAN TERBARU 2020"
Posting Komentar